Benarkah Belum Di Baiat Berarti Belum Islam?

Written by Abu Muslim on 23.26

Ada beberapa organisasi yang di dalamnya terdapat istilah ulil amri, baiat, dan menganggap orang yang belum dibaiat berarti belum Islam dan dianggap sebagai musuh. Organisasi ini juga selalu mengolok-olok orang dan ormas lain. Apakah benar Islam seperti itu?

Pertama. Anggapan bahwa orang yang belum dibaiat belum Islam.

Anggapan seperti ini tidak benar. Karena berarti mereka beranggapan, baiat sebagai syarat atau rukun Islam. Padahal kita mengetahui, rukun Islam itu lima, dan baiat tidak termasuk di dalamnya. Sebagaimana hal ini disebutkan dalam beberapa hadits, antara lain:ِ

Dari Thawus, sungguh seorang laki-laki berkata kepada Abdullah bin Umar radhiallahu'anhu : “Tidakkah Anda berperang?”, maka dia berkata: "Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda,'Sesungguhnya Islam dibangun di atas lima (tonggak), syahadat Laa ilaaha illa Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, puasa Ramadhan, dan haji'.” (HR Muslim, no. (16)-22).

Syaikh Nazhim Muhammad Sulthan -hafizhahullah- berkata: “Hadits ini memiliki urgensi yang besar, karena memberikan penjelasan dasar-dasar dan kaidah-kaidah Islam, yang Islam dibangun di atasnya. Dengannya seorang hamba menjadi muslim. Dan tanpa itu semua, maka seorang hamba lepas dari agama”.(Qawaid wa Fawaid minal-Arba’in Nawawiyah, hlm. 53.)

Selain itu, menilai seseorang sebagai muslim ialah dengan melihat lahiriyahnya. Yaitu barang siapa telah mengucapkan syahadat dan menjalankan shalat, serta tidak melakukan perkara-perkara yang membatalkan Islam, maka di dunia ini seseorang itu dianggap sebagai muslim. Adapun hati dan urusannya di akhirat diserahkan kepada Allah Ta'ala.

Imam Ibnul Mundzir rahimahullah berkata: “Setiap ulama yang aku menghafal ilmu darinya telah sepakat, jika seorang kafir mengatakan 'asy-hadu an-lâ ilâha illallah wa asy-hadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rasûluhu (aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya), dan bahwasannya yang dibawa oleh Nabi Muhammad adalah haq (benar), dan aku berlepas diri kepada Allah dari seluruh agama yang menyelisihi agama Islam,' -ketika mengatakannya itu dia sudah dewasa, sehat dan berakal- maka dia seorang muslim. Jika setelah itu dia kembali (kafir), yaitu menampakkan kekafiran, maka dia menjadi orang murtad”.(Al-Ijma’, hlm. 154. Dinukil dari kitab Mauqif Ibni Taimiyyah minal-Asya’irah, Dr. 'Abdur-Rahman bin Shâlih bin Shâlih al-Mahmud, juz 3, hlm. 940. )

Berkaitan dengan pertanyaan Anda, nampaknya orang-orang di organisasi yang Anda tanyakan tersebut, salah memahami hadits-hadits tentang kewajiban baiat kepada imam muslimin, seperti hadits yang memberitakan bahwa Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:

Barang siapa melepaskan tangan dari ketaatan, dia akan bertemu Allah pada hari kiamat dengan tidak memiliki hujjah (argumen). Dan barang siapa mati, sedangkan di lehernya tidak ada baiat, dia mati dengan keadaan kematian jahiliyah.(HR Muslim, no. 1851. Ahmad dalam al-Musnad, 2/133. Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah, no. 91, dan lainnya; dari 'Abdullah bin 'Umar.)

Maksud baiat dalam hadits ini ialah baiat taat kepada imam yang disepakati oleh kaum muslimin. Imam yang memiliki kekuasan, menegakkan syariat Islam, hudud, mengumumkan perang maupun damai, dan lain-lainnya berkaitan dengan kewajiban dan hak seorang imam. Demikian jenis baiat yang dibicarakan oleh para ulama dalam kitab-kitab fiqih. Hukum baiat ini adalah wajib, jika memang ada imam kaum muslimin sebagaimana di atas. Melepaskan baiat merupakan dosa besar, sebagaimana nanti akan kami nukilkan penjelasan ulama dalam masalah ini.

Adapun makna “dia mati dengan keadaan kematian jahiliyah”, dijelaskan oleh para ulama sebagai berikut.
An-Nawawi rahimahullah berkata: “Yaitu di atas sifat kematian orang-orang jahiliyah, yang mereka dalam keadaan kacau, tidak memiliki imam”.
(Syarah Muslim, 12/238. )

Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Orang-orang jahiliyah tidak membaiat imam, dan tidak masuk ke dalam ketaatan imam. Maka barang siapa di antara kaum muslimin yang tidak masuk ke dalam ketaatan kepada imam, dia telah menyerupai orang-orang jahiliyah dalam masalah itu. Jika dia mati dalam keadaan seperti itu, berarti dia mati seperti keadaan mereka, dalam keadaan melakukan dosa besar”. (Al-Mufhim, 4/59.)

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Yang dimaksud dengan sifat kematian jahiliyah, ialah seperti matinya orang-orang jahiliyah yang berada di atas kesesatan dan tidak memiliki imam yang ditaati, karena orang-orang jahiliyah dahulu tidak mengenal hal itu. Dan yang dimaksudkan, dia mati bukan dalam keadaan kafir, tetapi dia mati dalam keadaan maksiat. Dan dimungkinkan, bahwa permisalan itu seperti lahiriyahnya; yang maknanya dia mati seperti orang jahiliyah, walaupun dia bukan orang jahiliyah. Atau bahwa kalimat itu disampaikan sebagai peringatan dan untuk menjauhkan, sedangkan secara lahiriyah bukanlah yang dimaksudkan”.(
Fathul-Bâri, 13/9, syarah hadits no. 7054.)

Baiat untuk mendengar dan taat ketika Nabi shallallahu'alaihi wa sallam masih hidup, hanyalah ditujukan kepada beliau. Kemudian setelah beliau Shalallahu Alaihi Wassalam wafat, maka hak menerima baiat itu dimiliki khalifah-khalifah pengganti beliau. Demikian juga menjadi hak para penguasa kaum muslimin yang memiliki wilayah –baik dalam lingkup dunia maupun satu wilayah negara- dan ia memiliki kekuasaan dalam menegakkan agama, hudud, mengumumkan jihad, dan semacamnya.

Baiat taat ini tidak boleh diberikan kepada pemimpin-pemimpin kelompok-kelompok dakwah sebagaimana yang ada pada zaman ini. Karena baiat taat yang dilakukan Salafush-Shalih hanyalah diberikan kepada penguasa kaum muslimin. Dengan demikian, orang-orang yang digelari imam, syaikh, amir, ustadz, atau semacamnya yang muncul dari kalangan ketua-ketua thariqah, yayasan, jamaah, ataupun lainnya, sedangkan mereka tidak memiliki wilayah dan kekuasaan sedikitpun, maka mereka sama sekali tidak berhak dibaiat. Baiat kepada mereka merupakan bid’ah dan memecah-belah umat.

Adapun jika ada imam yang nyata keberadaannya dan disepakati oleh ahlul hali wal-‘aqd (tokoh-tokoh kaum muslimin), ia memiliki wilayah dan kekuasaan serta menegakkan syariat, maka kaum muslimin wajib berbaiat untuk taat kepada imam yang disepakati ini. Konsekwensi baiat ini, ialah taat kepada imam dalam perkara ma’ruf, dalam keadaan suka maupun benci, berat maupun susah, dan tidak melakukan pemberontakan kepadanya. Meninggalkan baiat kapada imam ini merupakan dosa besar. Demikian secara ringkas pembahasan baiat yang disebutkan dalam kitab-kitab fiqih.


Kedua. Menganggap orang Islam di luar kelompoknya sebagai musuh dan mengolok-olok orang dari ormas lain.

Kalau memang ada Ormas yang demikian, maka ini bertentangan dengan firman Allah Ta'ala:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim. (Qs al-Hujurat/49:11).

Akan tetapi, jika ada orang Islam atau suatu kelompok melakukan kesalahan atau peyimpangan, kemudian dikritik dan dibantah secara ilmiah, dengan tanpa kedustaan, caci maki, dan kata-kata kasar, dan hal itu dilakukan karena Allah semata, maka tentu kritik dan bantahan ini tidak termasuk memperolok atau merendahkannya, bahkan merupakan nasihat dan amar ma'ruf nahi mungkar. Misalnya, seperti peringatan Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam terhadap bahaya firqah Khawarij, bantahan para sahabat terhadap firqah Qadariyah, dan bantahan para ulama Ahlus-Sunnah dahulu dan sekarang terhadap orang-orang yang menyimpang.

Wallahu a'lam.



Kebiasaan-Kebiasaan yang Wajib Dijauhi Dalam Perkawinan

Written by Abu Muslim on 21.23

Ana akan menyebutkan sebagian yang harus dijauhi secara mutlak, karena syariat melarangnya. Karena kebiasaan-kebiasaan ini sering dilakukan ketika dilangsungkannya pernikahan. Tulisan ini saya ringkas dari kitab Isyratun Nisaa' minal Alif ilal yaa' Judul dalam bahasa Indonesia "Panduan Lengkap Nikah dari A sampai Z" oleh Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq.

Mencabut Alis/span>Syaikh al-albani mengatakan :"Apa yang dilakukan sebagian wanita berupa mencabut alisnya, sehinggah meenjadi seperti busur atau bulan sabit yang mereka lakukan untuk mempercantik diri menurut dugaan mereka, maka hal ini termasuk perbuatan yang diharamkan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam dan pelakunya dilaknat; Berdasarkan sabda beliau Shalallahu Alaihi Wassalam:

"Allah melaknat orang yang mentato dan wanita yang minta ditato, wanita yang menyambung rambutnya (dengan rambut palsu), yang mencukur alis dan minta dicukur, dan wanita yang direnggangkan (mengikir) giginya untuk kecantikan, yang merubah ciptaan Allah."(HR. Bukhari, Muslim, An Nasa'i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, ad Darimi)

Hal ini diharamkan, walaupun dilakukan untuk suami, karena terdapat larangan yang tegas.



Mentato, Merenggangkan (Mengikir) Gigi Dan Menyambung Rambut

Dalam kitab ash Shahiihain dan selainnya, dari Ibnu Mas'ud Radhiallahu Anhu, ia mengatakan:"Allah melaknat orang yang mentato dan wanita yang minta ditato, wanita yang menyambung rambutnya (dengan rambut palsu), yang mencukur alis dan minta dicukur, dan wanita yang direnggangkan (mengikir) giginya untuk kecantikan, yang merubah ciptaan Allah."

Hal itu sampai keepada seorang wanita dari Bani Asad yang (biasa) dipanggil Ummu Ya'qub, maka ia datang seraya mengatakan:"Telah sampai kepadaku dari mu, bahwa engkau melaknat demikian dan demikian." Ia (Ibnu Mas'ud) menjawab:"Mengapa aku tidak (boleh) melaknat orang yang dilaknat Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam dan orang yang dilaknat Kitabullah?" Ia mengatakan:"Aku telah membaca al Qur'an dan aku tidak mendapati yang engkau katakan." Dia menjawab:"Jika engkau telah membacanya, maka engkau telah mendapatinya. Bukankah engkau membaca:

"Apa saja yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah..."(QS. Al Hasyr:7)

Ia menjawab:"Tentu." Dia mengatakan:"Sesungguhnya beliau telah melarangnya." Ia mengatakan:"Aku melihat keluargamu melakukannya." Dia mengatakan:"Pergilah, lalu lihatlah!" Kemudian ia pergi untuk melihatnya, tetapi ia tidak mendapaati sesuatupun dari apa yang ditujunya. Dia meengatakan:"Seandainya ia demikian, niscaya aku tidak menggaulinya."

Dalam kitab ash Shahihain dari Aisyah, bahwa seorang gadis dari Anshar teelah menikah. Kemudian ia sakit sehingga rambutnya rontok, lalu ia ingin menyambung rambutnya, lantas mereka bertanya kepada Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam, maka beliau bersabda:

"Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan wanita yang meminta untuk disambung rambutnya." (HR. Bukhari, Muslim, an Nasa'i, Ahmad)

Adapun keberadaan tato itu najis, sebagaimana disebutkan oleh sebagian ulama karena darah tercampur didalamnya. Oleh karena itu, harus dihilangkan walaupun dengan melukainya, jika hal itu memungkinkan.

Syaikh al Fauzan mengatakan:"Diantara menyambung rambut yang diharamkan adalah memakai wig yang dikenal zaman ini, berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam:

"Tidaklah seorang meletakan rambut dari rambut selainnya dan memakainya itu suatu penipuan."

Wig adalah rambut buatan yang meenyerupai rambut kepala dan memakainya adalah sebuah penipuan."

Dan berdasarkan hadist Ummul Mukminin, Aisyah tentang seorang gadis yang rambutnya rontok dan Rasulullah melarangnya menyambung rambutnya dengan selainnya. (HR. Bukhari)

Dari Humaid bin Abdirrahman, bahwasannya ia mendengar Mu'awiyyah pada musim haji berada di atas mimbar seraya mengambil sejumlah rambut yang berada di tangan Horasi (hamba sahaya amir) lalu mengatakan, "wahai penduduk Mdinah, dimanakah ulama-ulama kalian? Aku mendengar nabi Shalallahu Alaihi Wassalam melarang perbuatan semacam ini. Beliau bersabda:

"Binasanya Bani Israil adalah ketika wanita-waniat mereka menggunakan ini." (HR. Al Bukhari, Muslim, at Tirmidzi, Abu Dawud, Ahmad, Malik)

Lalu bagaimana bila dilakukan demi suami? Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa menggunakannya tetap dilarang karena keharamannya tersebut.

Sebagian Ulama menyebutkan bolehnya memakai wig pada saat rambut wanita tidak tumbuh, yakni botak, maka tidak mengapa memakai wig dalam keadaan demikian.



Mencat Dan Memanjangkan Kuku

Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:

"Yang termasuk fitrah manusia itu ada lima; khitan, mencukur bulu kemaluan, mencukur kumis, memotong kuk, dan mencabut bulu ketiak."

Anas berkata:"Rasulullah menentukan waktu bagi kami untuk memotong kumis, mencabut bulu ketiak dan memotong rambut kemaluan, yaitu tidak dibiarkan lebih daari 40 malam." (HR. Muslim, at Tirmidzi, an Nasa'i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad."

Syaikh Al Albani Rahimahullah berkata,"Inilah kebiasaan buruk yang ditularkan dari wanita-wanita bangsa eropa kepada kebanyakan wanita muslimah, yaitu mencat kuku mereka dengan warna merah dan memanjangkan sebagiannya. Dan sebagian pemuda pun melakukannya."

Syaikh Ibnu Baz Rahimahullah berkata:"Tidak boleh memanjangkan kuku; karena memanjangkan kuku menyerupai binatang dan sebagian kaum kafir. mencat kuku sebaiknya tidak dilakukan dan wajib menghilangkannya ketika berwudhu, karena menghalangi sampainya air ke kuku."



Melaksanakan Pesta Di Hotel-Hotel Dan Di Klub-Klub

Dewan Ulama Besar telah menerbitakan surat keputusan yang berisikan nasihat agar pesta perkawinan dilarang diselenggarakan di hotel-hotel, dan hendaklah orang-orang menyelenggarakan pesta perkawinan dirumah-rumah mereka serta tidak memaksakan diri menyelenggarakannya di hotel. karena pesta semacam ini menyebabkan banyak keburukan. Hal ini bertujuan sebagai bentuk belas kasih kepada manusia dan berkeinginan untuk berlaku sederhana, tidak boros dan tidak mubadzir. Sehingga orang-orang yang hidup sederhana dapat melangsungkan pernikahan dan tidak memaksakan diri... (Fatawa al Mar'ah hal.105)

Diantara perkara munkar yang terjadi di hotel-hotel dan klub-klub di berbagai negeri umat muslim ialah bercampur baurnya antara kaum pria dan wanita. nabi shalallahu Alaihi wassalam telah melarang kaum kerabat suami melihat isterinya, sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan oleh al Bukahri dari Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam:

"Janganlah kalian masuk ketempat wanita."

Seorang Anshar bertanya:"Bagaimana pendapatmu tentang al Hamwu (ipar)?" Beliau bersabda:"Al Hamwu adalah kematian." (HR. Bukhari, Muslim, at Tirmidzi, Ahmad, ad Darimi)

Jika syari'at telah melarang kerabat suami menjenguk isterinya, maka bagaimana halnya selain kerabat suami?

Bersamaan dengan berbaurnya pria dan wanita ini, disana pun wanita pasti bersolek dan berdandan, yang mana kita telah dilarang darinya.

Juga berdandannya wanita dalam pesta dengan dandanan yang tidak ditujukan untuk suami mereka, maka semua itu menyebabkan kaum pria memandang kaum wanita dan wanita memandang pria. Dan berhati-hatilah terhadap apa yang terjadi sesudah itu. Bahkan disamping berhias, kaum wanita pun memakai parffum yang dapat menggoda kaum pria, dengan melupakan sabda nabi Shalallahu Alaihi Wassalam:

"Wanita mana saja yang memakai parfum lalu melintasi kaum pria agar mereka mencium aromanya, maka dia adalah pezina." (HR. Tirmidzi, an nasa'i, Abu dawud, Ahmad, ad Darimi)

Beliau Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda,

"Sesungguhnya jika wanita keluar rumah, maka syaitan mengawasinya." (HR. Tirmidzi)

Benar, orang-orang yang membiarkan isteri-isteri mereka demikian adalah seperti orang-orang yang disifatkan oleh nabi Shalallahu Alaihi Wassalam sebagai orang yang tidak mempunyai rasa cemburu, dan beliau mengabarkan bahwa mereka termasuk orang-orang yang tidak akan masuk surga. Dayyuts adalah laki-laki yang tidak mempunyai kecemburuan terhadap keluarganya dan menyetujui kenistaan yang ada (terjadi) pada keluarganya.

Setelah meengetahui pengharaman, ancaman dan celaan terhadap tabarruj (bersolek diluar rumah) dan berbaur antara pria dan wanita ini, apakah kita akan membiarkan pesta-pesta kita seperti apa adanya ataukah kita mendengar perintah-perintah Rabb kita dan memisahkan antara pria dan wanita di amna salah seorang dari mereka tidak melihat lawan jenisnya? Orang-orang yang berpesta seharusnya mengetahui bahwa:

"Barangsiapa yang mengajak kepada hidayah, maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala yang diperoleh orang yang mengikutinya dan hal itu tidak mengurangi pahala mereeka sedikitpun. Sebaliknya, barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa, sebagaimana dosa-dosa yang diperoleh orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun." (HR. Muslim, At Tirmidzi, Abu Dawud, ad Darimi)

Apakah kita yang sedang mengadakan pesta sudi menyerukan kebajikan sehingga menjadi timbangan kebaikan kita, ataukah malah mengajak kepada kesesatan dan kemaksiatan yang akan menjadi timbangan keburukan kita pada hari kiamat kelak?

Nyanyian - Nyanyian Yang Diharamkan Serta Diiringi Dengan Alat-Alat Musik dan Biduan

Dalil-dalil atas haramnya nyanyian dan alat musik sangatlah banyak, terutama yang disertai dengan lirik cinta serta mengajak kepada kehinaan dan kerusakan.

Diantara dalil-dalil haramnya nyanyian dan alat musik ialah,

Allah berfirman:

"Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan-perkataan yang tidak berguna..." (QS. Luqman:6)

Para ulama menfsirkan dengan nyanyian. Abdullah bin Mas'ud bersumpah bahwa (maksud) lahwal hadits (perkataan yang tidak berguna) adalah nyanyian.

Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:

"Akan muncul dari umatku beeberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamar (arak) dan alat-alat musik. Kemudian beberapa kaum akan benar-benar turun ke sisi gunung, ternak mereka berangkat bersama mereka. lalu seseorang (yang fakir) datang kepada mereka untuk suatu keperluan, maka mereka mengatakan, 'Kembalilah kepada kami besok.' Kemudian Allah menidurkan mereka pada malam harinya dan meruntuhkan gunung, lalu merubah sebagian mereka menjadi kera dan babi hingga hari kiamat." (HR. Bukhari)

Sebagian pernyataan Sahabat, Tabi'in dan selainnya tentang haramnya nyanyian dan alat musik:

Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiallahu Anhu berkata: "Nyanyian dan alat musik adalah seruling syaitan."

Imam malik bin Anas Rahimahullah berkata: "Nyanyian hanya dilakukan kaum fasik di kalangan kami."

Para ulama madzhab asy Syafi'i menyerupakan nyanyian dengan kebatilan dan tipu daya.

Imam Ahmad Rahimahullah berkata:"Nyanyian itu menumbuhkan kemunafikan dalam hati. Oleh karenanya, aku tidak menyukainya."

Para sahabat Imam Abu Hanifah Rahimahullah berpendapat, mendengarkan nyanyian adalah kefasikan.

Umar bin Abdul Aziz Rahimahullah berkata:"Nyanyian itu permulaan dari syaitan dan akibatnya dimurkai oleh Rabb Yang Maha Pemurah."

Imam al Qurthubi Rahimahullah berkata: "Nyanyian itu dilarang berdasarkan al Qur'an dan as Sunnah."

Imam Ibnush Shalah berkata: "Secara ijma', nyanyian dengan mengguanakn alat musik adalah dilarang."

Apa setelah mengetahui dalil-dalil keharamannya kita masih mengikuti kebanyakan orang? Ingat firman Allah berikut ini,

"Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Nya..." (QS. Al An'am)

Kebanyakan orang dimuka bumi senang mendengarkan musik dan sedikit sekali kaum mukmin yang tidak melakukannya karena mentaati Allah. Lalu golongan manakah yang akan engkau ikuti?


Memotret (Fotografi)

Diantara perkara yang tersebar dalam pesta-pesta kaum muslimin ialah pemotretan, kalangan orang-oraang yang tidak memiliki ilmu dan juga orang-orang yang mengikuti syahwat mereka telah berbicara tanpa ilmu. Hingga akhirnya mereka sesat dan menyesatkan.

Al Bukhari meriwayatkan dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda,

"Sesungguhnya orang-orang yang membuat gambar-gambar ini akan di adzab pada hari kiamat. Dikatakan kepada mereka :'Hidupkan apa yang kalian ciptakan.'" (HR. Bukhari)

Al Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud Radhiallahu Anhu, ia mengatakan "Aku mendengar Rasulullah bersabda:'Manusia yang paling keras siksaannya pada hari kiamat ialah para pelukis (yang melukis mahluk bernyawa)" (HR. Bukhari, Muslim)

Syaikh Ibnu Baaz Rahimahullah ditanya tentang hukum memotret, maka beliau berdalil dengan hadits-hadist terdahulu. kemudian menyatakan:"Diharamkan gambar fotografi dan selainnya. Ia hanya dibolehkan dalam suatu keadaan, yaitu keadaan darurat seperti untuk pembuatan paspor, KTP dan selainnya dari hal-hal yang menjadi keharusan dalam kehidupan ini berupa peraturan-peraturan pada sebagian negara."


Cincin Tunangan

Alhamdulillah, sudah pernah saya bahas di sini



Tidak Boleh Menyandingkan Pengantin Pria Bersama Pengantin Wanita

Syaikh Ibnu Jibrin ditanya: "Apakah boleh menyandingkan pengantin pria dan wanita ditengah-tengah para tamu wanita dalam pesta?"

Jawaban: Perbuatan ini tidak dibolehkan. Sebab ini adalah bukti atas tercabutnya rasa malu dan taqlid (mengekor) kepada kaum yang suka berbuat keburukan. Bahkan perkaranya jelas. Sebab, pengantin wanita merasa malu menampakan diri dihadapan manusia, lalu bagaimana halnya bersanding di hadapan orang-orang yang sengaja menyaksikan? (Fataawaa Islamiyyah III/188)

Syaikh Ibnu Baaz berkata: "Diantara perkara munkar yang diadakan manusia pada zaman ini ialah meletakan pelaminan untuk pengantin wanita ditengah-tengah kaum wanita dan menyandingkannya suaminya didekatnya, dengan dihadiri kaum wanita yang berdandan bersolek. Mungkin juga ikut hadir, bersama pengantin pria, kaum pria dari kalangan kerabatnya atau kerabat pengantin wanita. Orang yang memiliki fitrah yang lurus dan memili ghirah (kecemburuan) beragama, akan meengetahui apa yang terkaanddung dalam perbuatan ini, berupa keeburukan yang besar, dan memungkinkan kaum pria asing menyaksikan kaum wanita yang menggoda lagi bersolek, serta akibat buruk yang akan dihasilkannya. Oleh karena itu wajib mencegah hal itu dan menghapuskannya, untuk mencegah sebab-sebab fitnahg yang melindungi komunitas wanita dari perkara yang menyelisihi syari'at yang suci..."

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata disalah satu khutbahnya membicarakan tentang teema yang sedang kita bahas disini: "Diantara perkara munkar, bahwa rasa malu sebagian manusia telah tercabut dari mereka. Seorang suami datang di tengah-teengah kaum wanita dan naik pelaminan bersama istrinya di hadapan kaum wanita, yaitu pada awal perjumpaannya dengan isterinya untuk bersanding dengannya, menjabat tangannya, mungkin menciumnya, dan mungkin memberikan hadiah kepadanya beserta permen (coklat) dan selainnya yang dapat menggerakan syahwat bagi orang yang menyaksikannya dan mengakibatkan fitnah." (Min munkaril Afraah hal.7-10)


Larangan Saweran

Al Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin yazid Al Anshari, ia mengatakan : "Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam melarang nahbah dan mustlah."

Nahbah adalah apa yang ditebarkan pada saat pesta perkawinan berupa harta, permen, makanan atau coklat.

Mutslah adalah tamtsil (melukai atau merusak anggota tubuh). Diantara mutslah ialah seseorang bernadzar untuk melukai hidungnya, sebagaimana disebutkan dalam hadist Imran bin Husain dalam riwayat Ahmad.

Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata: "Karena dalam kebiasaan ini (yakni saweran) berisi perebutan, berdesak-desakan, dan perkelahian. Barangkali mungkin diambil oleh orang yang tidak disukai oleh pemilik barang yang ditaburkan tersebut, karena kerakusan dan ketamakannya serta kekerdilan jiwanya. Sementara orang yang disukai pemilik harta yang ditaburkan tersebut terhalang, karena beradab baik serta menjaga diri da kehormatannya. Demikianlah pada umumnya. Sebab orang-orang yang beradab baik akan memelihara dirinya dari berdesak-desakan dengan manusi rendahan untuk suatu makanan atau selainnya. Juga karena ini adalah kehinaan, sedang Allah menyukai perkara-perkara yang luhur daripada berdesak-desakan untuk perkara murahan. yang diperselisihkan hanyalah mengenai kemakruhan hal itu. Adapun kebolehannya maka tidak diperselisihkan di dalamnya, dan tidak pula dalam mengambilnya. Karena ini semacam membolehkan (orang lain) terhadap hartanya, sehingga ini serupa dengan semua hal yang di bolehkan."(Al Mughni bisy Syarhil Kabiir VIII/118)

Asy Syaukani Rahimahullah berkata:"Hadist-hadist tentang larangan adalah shahih dan menunjukan haramnya segala perebutannya." (Nailul Authar VI/185)

Al Hafizh berkata dalam al fath:"Malik dan segolongan ulama memakhruhkan perebutan dalam saweran." (Fathul baari V/20).



Tidak Boleh Mengatakan "Bir Rafaa' Wal Baniin (Semoga Rukun dan Banyak Anak)"

Tidak boleh meengatakan "Bir Raa' wal baniin", sebagaimana yang dilakukan orang-orang yang tidak mengetahui. Sebab, itu termasuk perbuatan jahiliyyah.

Al hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata:"Kalimat ini biasa diucapkan oleh kaum Jahiliyyah sehingga ucapan ini dilarang, sebagaimana diriwayatkan oleh Baqi bin Makhlad dari jalan Ghalib dari al Hasan, dari seseorang dari Bani Tamim. Ia menuturkan: Semasa Jahiliyyah, kami biasa mengucapkan:"Bir Rafaa' Wal banin". ketika islam datang, Nabi kami mengajarkan kami. beliau bersabda:

Ucapkanlah: "Barokallahu lakum. Wabaroka fiykum. Wabaroka alaykum"
'Semoga Allah memberkahi kalian, meemberkahi pada kalian dan memberkahi atas kalian.'

An Nasa'i dan ath Thabrani meriwayatkan dari jalan lain, rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam mengajarkan ucapan,

"Allahumma baariklahum wabaarik alaikum"

"Ya Allah, berkahilah mereka dan berkahilah atas mereka." (Para perawinya tsiqat)



Mencukur Jenggot

Menjadi suatu kebiasaan bagi sebagian laki-laki mencukur jenggotnya ketika akan bepergian atau bila mempunyai suatu keperluan, termasuk ketika melakukan pernikahan. Padahal perkara ini termasuk yang fitrah. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah: Rasulullah bersabda:

"Ada sepulu hal yang termasuk ffitrah; Mencukur kumis, memelihara jenggot, bersiwak, menghirup air ke dalam hidung (ketika wudhu), memotong kuku, mencuci ruas jari, mencabut bulu ketiak, mencukur rambut kemaluan, dan istinja'."

Oleh karenanya mencukur jenggot dinilai sebagai pelanggaran dalam syariat karena alasan-alasan berikut:

Merubah ciptaan Allah :"...Dan aku suruh mereka (merubah ciptaan Allah)..." (QS. An Nisaa':119)

Mencukur jenggot berarti membenci Sunnah nabi Shalallahu Alaihi Wassalam dan Sunnag Khulafaur Rasyidin serta menyerupai orang-orang kafir.

"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Nya takut akan ditimpa cobaan atau di timpa adzab yang pedih." (QS. An Nur: 63)

Rasulullah bersabda:

"Barangsiapa yang membenci Sunnahku, maka dia bukan golonganku." (HR. Bukhari, Muslim, An Nasa'i, Ahmad)


Qaza'

Yaitu mencukur sebagian rambut dan menyisakan sebagian lainnya. Inilah yang menggejala dan tersebar pada zaman sekarang di antara para pemuda dan orang-orang yang akan menikah, dengan slogan "mode". yaitu mode dalam dunia pria modern dan maju bahwa seorang pria mencukur sebagian rambut kepalanya dan membiarkan sebagian lainnya. Semua itu hanyalah mengikuti tradisi Barat. Sungguh telah benar rasul al Amin Shalallahu alaihi wassalam ketika bersabda:

"Kalian akan mengikuti umat-umat sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga walaupun seandainya mereka masuk kelubang biawak, maka kalian pun akan mengikuti mereka."

Dari Ibnu Umar Radhiallahu Anhu, ia menuturkan:"Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam melarang qaza' "(HR. Bukhari, Muslim, an nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad)

Dari Ibnu Umar ia menuturkan:"Rasulullah melihat anak kecil yang sebagian rambutnya dicukur dan sebagian lainnya dibiarkan, maka beliau melarang hal itu seraya bersabda:

"Cukurlah rambutnya seluruhnya atau biarkanlah seluruhnya." (HR. Abu Dawud, an Nasa'i)


Kebiasaan Buruk Ketika Merobek Keperawanan

Diantara kebiasaan yang telah merata dan memenuhi lembah dan daratan, serta tersebar di banyak desa dan kota ialah menghilangkan kegadisan dengan jari, dengan cara yang membuat badan merinding karena ketakutan dan membuat perasaan berguncang karena ngeri., sebab perbuatan tersebut sangat membahayakan. Ini adalah kejahtan terhadap kehormatan dan memamerkan rahasia. Jauh lebih buruk lagi bila yang melakukan bukan suaminya, tetapi wanita-wanita bodoh yang didatangkan untuk tujuan ini. Sangat berbahaya bila suaminya yang terperdaya lagi bodoh ini melakukan tindakan ini. lalu ia memasukan jarinya untuk merobek selaput dara keperawanan yang tipis itu. Tindakan ini meninggalkan dampak yang mendalam dalam diri pengantin wanitanya yang memprihatinkan ini. Ia dirundung kecemasan dan ketakutan karena musibah yang keras dan kejahatan yang mengerikan ini. Mereka melakukan kejahatan ini bukan untuk menghilangkan keperawanan yang sebenarnya tidak sulit, tetapi dengan aktifitas ini mereka bertujuan mendapatkan darah keperawanan, yang mana perbuatan tersebut telah dijadikan indah oleh iblis dan sekutu-sekutunya dari syetan jenis manusia, lalu mereka menunjukan apa yang dianggap sebagai kemulian itu kepada musuh-musuh mereka dan siapa saja yang mencari-cari kesempatan untuk menjatuhkan mereka. Mereka lupa dengan hadist:

"Mengapa tidak menikahi gadis saja agar ia dapat bermain-main denganmu dan engkau pun dapat bermain-main dengannya."



Meninggalkan Sholat berjama'ah

Orang yang menikah dengan gadis atau janda tidak boleh meninggalkan sholat berjamaah.

Al Lajnah ad Daaimah ditanya tentang hal itu: Pengantin pria tinggal bersama isterinya; sepekan bersama gadis dan tiga hari bersama janda, tanpa keluar untuk sholat jama'ah. Apakah ini disebutkan dalam sunnah sehingga ia tidak keluar untuk sholat?

Jawaban: Jika seseorang menikah dengan gadis, maka ia tinggal bersamanya selama sepekan kemudia menggilir (isteri-isterinya yang lain). Dan jika janda, maka ia tinggal bersamanya selama tiga hari. Jika ia ingin bersamanya selama sepekan, silahkan melakukannya lalu menggilir mereka untu waktu-waktu yang tersisa. Dasar mengeni hal itu adalah apa yang diriwayatkan dari Abu Qilabah dari Anas:"Adalah Sunnah jika seseorang menikahi gadis, maka ia tinggal bersamanya selama sepekan lalu menggilir yang lainnya dan jika menikahi janda, maka ia tinggal bersamanya selama tiga hari kemudian menggilir yang lain." Abu Qilabah berkata:"Seandainya aku mau, niscaya aku mengatakan :"Sesungguhnya Anas meriwayatkan secara marfu' dari nabi Shalallahu Alaihi Wassalam." (HR. Bukhari, Muslim, at tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad).

Orang yang menikah, baik dengan gadis atau janda, tidak boleeh meninggalkan sholat berjamaah dimasjid, dengan alasan menikah; karena tidak ada dalil atas hal itu. Dari kedua hadist tersebut tidak ada sesuatu yang menunjukan hal itu. (Fataawaa Islamiyyah III/254).



Diharamkan Menyebarkan Rahasia Bersenggama

Allah berfirman:

"Maka wanita yang ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)." (QS. An Nisaa':34)

Sudah menjadi pemandangan umum di tengah kaum muslimin pada saat ini, sebagaimana pada masa jahiliyyah, kaum pria dan wanita membicarakan rahasia seks mereka kepada kawan-kawan atau kerabat mereka. Semestinya mereka menyadari bahwa perbuatan ini diharamkan.

Ahmad meriwayatkan dari Asma' binti yazid, bahwa dia berada di sisi rasulullah sedangkan kaum pria dan wanita sedang duduk, lalu beliau bersabda :

"Mungkin seorang pria mengatakan apa yang diperbuatnya terhadap isterinya dan mungkin seorang wanita menceritakan apa yang diperbuatnya bersama suaminya."

Merekapun diam. Lalu aku mengatakan."Ya, demi Allah, wahai Rasulullah, kaum wanita melakukannya dan kaum priapun melakukannya." beliau bersabda:

"Janganlah kalian melakukannya. perbuatan itu adalah seperti syaitan laki-laki yang bertemu dengan syaitan perempuan di satu sisi jalan lalu menyetubuhinya, sedangkan orang-orang melihatnya." (HR. Muslim, Abu Dawud, Ahmad)

Muslim meriwayatkan dalam shahihnya, dari hadist Abu Sa'id al Khudri, ia mengatakan :"Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:

"Sesungguhnya manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah laki-laki yang bersenggama dengan isterinya dan wanita bersenggama dengan suaminya kemudian menyebarkan rahasia isterinya." (HR. Muslim, Abu Dawud, Ahmad)