Pada dasarnya Ibadah Itu Terlarang, Sedangkan Adat Itu Dibolehkan

Written by Abu Muslim on 22.42

Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Latif Abu Yusuf


Syaikh as-Sa'adi Rahimahullah dalam al-Qowa'id wal Ushul Jami'ah hlm. 30 menjelaskan bahwa ibadah adalah semua yang diperintahkan Allah dan Rasul Nya , baik perintah yang bersifat wajib ataupun sunnah.

Yang dimaksud disini dengan al-ibadah disini adalah ibadah mahdhoh yaitu ibadah yang tata cara dan aturannya sudah ditentukan oleh Allah dan RosulNya. Sedangkan yang dimaksud al-'adah atau adat disini adalah ibadah ghoiru mahdhoh, yang biasa disebut sebagai mu'amalah. (bukan istilah adat istiadat yang kadangkala berhubungan dengan ritual kepercayaan)

Jadi pada dasarnya segala sesuatu yang tidak diperintahkan, adalah adat.

Pada dasarnya kita tidak boleh mengamalkan atau mensyariatkan suatu amal ibadah kecuali aada dalilnya dari al-Qur'an dan as-Sunnah yang mensyariatkannya. Barangsiapa yang mensyariatkan sebuah ibadah tanpa dalil maka dia telah membuat perkara baru baru (bid'ah) dalam agama.

Begitu pula sebaliknya, pada dasarnya semua bentuk adat adalah diperbolehkan, tidak boleh mengharamkannya sedikitpun dari adat kecuali datang dalil dari al-Qur'an dan as-Sunnah yang mengharamkannya. Barangsiapa yang mengharamkan sebuah adat yang tidak diharamkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan RosulNya, maka dia telah membuat sebuah bid'ah dalam agama.

Dalam masalah ibadah, banyak ayat dan hadist yang menunjukan hal ini, di antaranya firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:

"Apakah mereka mempunyai sekutu yang mensyariatkan bagi mereka agama yang tidak diizinkan oleh Allah?" (QS. asy-Syuro:21)

Rosulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:

"Barangsiapa yang melakukan amal perbuatan yang tidak ada contohnya dari kami, maka amal perbuatan tersebut tertolak." (HR Muslim)

Beliau Shalallahu Alaihi Wassalam juga bersabda:

"Hati-hatilah kalian dengan perkara yang baru, karena semua perkara yang baru (dalam agama) adalah bid'ah, dn semua bid'ah adalah sesat." (Lihat ash-Shohihah: 2735)

Adapun dalam masalah aadat (mu'amalah) juga banyak dalil yang menunjukankaidah tersebut, diantaranya:

Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:

"Dialah yang telah menciptaakan semua yang ada dimuka bumi untuk kalian." (QS. al-Baqoroh: 29)

Allah berfirman:

Katakanlah:"Siapakah yang mengharamkan perhiasan Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang Dia keluarkan untuk hamba-hamba Nya, juga rezeki yang baik?" Katakanlah: "Itu semua untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan di dunia, dan hanya untuk mereka pada hari kiamat." (QS. al-A'rof: 32)

Juga hadist tentang mu'amalah:

"Dari Abu Darda Radhiallahu Anhu secara marfu' Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:"Apa yang dihalalkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam kitab Ny maka dia halal, dan apa yang di haramkan berarti haram, sedangkan apa yang di diamkan oleh Nya berarti itu di ma'afkan, maka terimalah apa yang dimaafkanoleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala, karena dia tidak akan pernah lupa." Kemudian beliau membaca firman Allah Subhanahu Wa ta'ala (yang artinya): "Dan tidak lah Robb mu lupa." (QS. Maryam: 64) (HR. Bazzar dan Hakim 2/375, Baihaqi 10/12. Imam Hakim Rahimahullah berkata:"Sanad hadist ini shohih tapi tidak diriwayatkan oleh Bukhori Muslim." Perkataan beliau ini disepakati oleh adz-Dzahabi Rahimahullah. Syaikh al-Albani rahimahullah menyatakan bahwa hadist ini hasan sebagaimana yang terdapat dalam Ghoyatul Marom no.2. Lihat juga at-Ta'liqot aar-Rodhiyah 3/24)

Kaidah ibadah memberikan pengertian bahwa tidak boleh bagi seorangpun menjalankan ibadah kecuali ada daalil yang mencontohkannya. Dalam masalah ini, barangsiapa yang melakukan sebuah ibadah tertentu, maka dia yang dituntut untuk mendatangkan dalil, sedangkan yang tidak mensyariatkan maka tidak dituntut dalil karena dia berpegang pada kaidah dasar.

Contoh 1

Peringatan Maulid Nabi

Kita tanyakan kepada orang yang mengamalkannya:"Apakah menurut kalian bahwa perayaan ini sebuah ibadah atau hanya main-main saja?" Maka mereka akan menjawab: "Ini adalah sebuah ibadah yang mulia." Kalau begitu, datangkanlah kepada kami dalil atas perbuatan ini dari al-Qur'an atau as-Sunnah! kalau ada dan shohih, maka kita terima dan kita amalkan, namun kalu tidak ada-dan memang dalam hal ini tidak ada dalil maka kita katakan bahwa peringatan ini adalah haram, karena asal dari sebuah ibadah itu haram.

Adapun kaidah adat dan mu'amalah memberikan sebuah pemahaman bahwa semua bentuk jenis adat dan mu'amalah hukum dasarnya aadalah boleh. maka barangsiapa yang mengharamkannya atau memakruhkan sebuah adat, maka dia dituntut untuk mendatangkan dalil yang shohih, maka kita terima, namun kalau tidak ada maka boleh, karena hukum asal adat adalah boleh. Dan ini mencangkup semua bentuk adat, baik dalam hal makanan, minuman, pekerjaan, pakaian, rumah, mu'amalah serta lainnya.


Contoh 2

Kalau ada sebuah produk makanan baru, apakah boleh dimakan ataukah tidak. Barangsiapa melarangnya memakannya, maka hendaknya dia membawakan dalil atas keharamannya. Namun kalau tidak ada dalil, berarti makanan tersebut dihukumi halal, karena asal dari adat adalah boleh.


Kesimpulan

Syaikh as-Sa'adi Rahimahullah berkata: "Ini adalah dua kaidah yang sangat besar manfaatnya, dengannya bisa diketahui bid'ah dalam ibadh dan adat, maka barangsiapa memerintahkan sebuah ibadah yang tidak ada contohnya, maka dia ahli bid'ah. Sebaliknya barangsiapa yang mengharamkan sebuah adat tanpa dalil, maka diapun seorang yang telah berbuat bid'ah." (al-Qowa'id wal Ushul al-jami'ah hlm.29)

Wallahu a'lam


Disalin secara langsung Tanpa menyertakan tulisan/teks arab dari Majalah al-Furqon Edisi 8 Tahun ketujuh/Robiul Awal 1429 H/2008 M, Diterbitkan oleh Lajnah Ma'had Al-Furqon Al-Islami , Srowo-Sidayu, Gresik jatim

Related Posts by Categories



Widget by Hoctro | Jack Book
  1. 0 komentar: Responses to “ Pada dasarnya Ibadah Itu Terlarang, Sedangkan Adat Itu Dibolehkan ”